DALAM pelaksanaan 10 tahun JKN atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial – BPJS, pemerintah Indonesia mengalami defisit. Diusulkan agar pemerintah mempertimbangkan terobosan baru dalam menyiasati kemungkinan gagal bayar BPJS Kesehatan pada dua tahun mendatang. Kebaruan dalam mengambil kebijakan mampu menjadi solusi dari kondisi yang tidak lagi baru bagi BPJS Kesehatan.
Hal ini terungkap dalam Webinar Series yang bertajul “10 Tahun Kebijakan JKN dalam 3 Periode : Pra Pandemi, Pandemi, dn pasca Pandemi” yang diselenggarakan pada tanggal 16, 18, dan 30 Desemer 2024 yang akan datang.
Sebagai salah satu tonggak sejarah dalam reformasi kesehatan Indonesia, program JKN yang dimulai sejak 2014 telah membeikan akses layanan Kesehatan kepada lebih dari 80% penduduk Indonesia. Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus.
Menurut Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D – ahli kebijakan kesehatan dan refomasi sistem di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan – Universitas Gadjah Mada ( FK KMK – UGM) , tiga periode penting menandai evolusi kebijakan ini yaitu periode Era Pra Pandemi (2014-2019) yang fokusnya pada fondasi awal kebijakan, capaian cakupan peserta, serta tantangan pemerataan layanan dan kendali mutu.
Dalam sesi terkhir ini dibahas analisa padanan JKN dalam perspektif reforamsi sektor kesehatan serta strategi keberlanutan JKN untuk generasi mendatang.
Defisit
Perkara defisit bahkan telah dihadapi badan tersebut satu tahun setelah beroperasi, yakni pada 2015 dengan jumlah defisit mencapai Rp 9,4 triliun. BPJS hanya membaik setahun, pada tahun 2017 defisit terjadi lagi tiga kali lipat dari 2016, dan terus terjadi tanpa henti sampai pandemi Covid-19, saat utilisasi rendah karena berbagai pembatasan dan akses masyarakat ke fasilitas kesehatan dibatasi.
Untuk tahun ini sendiri, berdasarkan rencana kerja anggaran BPJS Kesehatan 2024, dana jaminan sosial BPJS Kesehatan berisiko mengalami defisit Rp 16 triliun. Badan ini memperkirakan pendapatan sepanjang 2024 hanya Rp 160 triliun, sedangkan pengeluarannya mencapai Rp 176 triliun.
Cara dan Syarat Pindah BPJS Kesehatan Mandiri ke PBI dengan Mudah
Selain itu meningkatkan jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan mendorong perusahaan dan peserta mandiri dalam mendaftarkan diri. Selain itu, pemerintah perlu menegakkan sanksi serius bagi yang tidak membayar iuran secara teratur.
Yang terakhir mengeksplorasi sumber pendanaan lain. Misalnya, dari corporate social responsibility, cukai rokok, cukai kendaraan bermotor roda empat atau lebih, juga cukai makanan dan minuman berpemanis.
Ketiga usulan tersebut merupakan kombinasi antara kebijakan kenaikan iuran dan alternatif pendanaan melalui ekstensifikasi barang kena cukai misalnya. Victoria menilai langkah-langkah tersebut dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahan defisit pembiayaan JKN.
Karenanya pemerintah perlu melindungi hak seluruh masyarakat untuk merasakan manfaat dari JKN. Dalam hal ini pemerintah harus serius dalam mencari cara-cara terobosan, yang bisa merupakan kombinasi beberapa cara yang berbeda, untuk menyelamatkan JKN dari kebangkrutan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 204 tentang SJSN.
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Pada 2004, Pemerintah Indonesia memperkenalkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai komitmen untuk memberikan perlindungan sosial, khususnya dalam bidang kesehatan. UU SJSN ini mengamanatkan pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial untuk mengelola program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian.
Pelaksanaan program jaminan kesehatan diatur lebih lanjut dalam Pasal 19 UU SJSN, yang bertujuan untuk menjamin akses peserta terhadap pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dari risiko finansial akibat kebutuhan dasar kesehatan. UU SJSN ini kemudian diikuti dengan UU BPJS pada 2011.
Implementasi UU SJSN ini dimulai pada 2014 dengan peluncuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. JKN bertujuan untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) dengan memberikan akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan perlindungan finansial kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Hingga tahun 2021, cakupan kepesertaan BPJS telah mencapai 83% dari total populasi Indonesia, menjadikannya sistem asuransi kesehatan terbesar di dunia dengan model single-pooling. Akan tetapi sebagian dari peserta BPJS ternyata tidak aktif, terutama di kelompok PBPU.
Namun, meskipun telah mencapai cakupan yang luas, pelaksanaan JKN masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Beberapa masalah utama termasuk kesenjangan akses terhadap pelayanan kesehatan, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok ekonomi yang berbeda. Selain itu, terdapat masalah dalam distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang masih terpusat di kota-kota besar, sehingga daerah terpencil kurang terlayani.
10 Tahun Pelayanan JKN
Pengeluaran out-of-pocket (OOP) untuk kesehatan juga masih menjadi masalah, meskipun telah terjadi penurunan sejak JKN diperkenalkan. Namun, persentase OOP di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah lainnya. Selain itu, tantangan lain termasuk masalah kendali mutu dan pencegahan kecurangan dalam sistem JKN, yang belum berjalan optimal di banyak daerah.
Dalam 10 tahun perjalanan JKN ada masa yang sangat penting ketika terjadi Pandemik COVID-19. Pada saat pandemi, terjadi perubahan pendanaan di mana pasien-pasien anggota BPJS yang terkena COVID-19 didanai oleh pemerintah, bukan BPJS. DIsamping itu terjadi penurunan jumlah pasien. Masa ini menjadi sangat penting dalam sejarah pelaksanaan kebijakan JKN.
Dalam rangka merumuskan strategi untuk penguatan JKN dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi implementasi JKN, mengidentifikasi tantangan-tantangan yang ada, dan mengusulkan solusi yang dapat diadopsi untuk meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan program JKN di masa mendatang.
Tujuan Webinar ini dilakukan untuk mendiskusikan penyelenggaraan JKN dari 2014 hingga 2022. Secara spesifik webinar ini mengajak peserta untuk: Memahami perubahan pelaksanaan JKN setiap tahun dari 2014 – 2024
Indonesia berhasil meraih predikat Universal Health Coverage (UHC) dari International Social Security Association (ISSA) pada perhelatan UHC Awards 2024. Hal itu diraih berkat kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah mencapai 98,19% dari total penduduk Indonesia.
Angka itu melampaui target yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial 2023-2024. Dalam perpres itu, target kepesertaan JKN pada 2024 sebanyak 98%. ***
Sumber: https://seide.id/satu-dasa-warsa-defisit-tapi-capaian-kepesertaan-bpjs-kesehatan-lebih-dari-98/